Dari ufuk timur sang surya masih malu-malu untuk menampakkan
sinar cerahnya pagi itu, tapi para pedagang sudah mulai bersiap-siap untuk
mencari sesuap rezki. Dalam suasana yang sejuk bercampur dengan dinnginnya waktu
subuh dan nyaris masih gelap gulita mereka beranjak dari rumah mereka sejak
pagi dengan alat transportasi sederhana khas Kalimatan Selatan, yaitu jukung
atau perahu. Adzan subuh berkumandang dan do’a telah dipanjatkan mereka melaju
mengayuh membelah Sungai Martapura menuju Pasar Lok Baintan yang tetap eksis
sejak abad ke 18 Masehi.
Jukung, begitulah para masyarakat sekitar menyebut alat
transportasi sederhana khas Kalimantan Selatan yang biasa dipakai untuk
berdagang. Beberapa hari sebelumnya para pedagang sudah mempersiapkan buah-buah
segar yang dipetik dari hasil kebun mereka sendiri. Pisang, jambu, jeruk,
pepaya dan buah-buahan lainnya disusun rapi diatas jukung, yang tentunya ini
akan menarik hati bagi calon pembeli. Tak hanya hasil kebun atau pertanian saja,
lebih dari satu ada yang menjual makanan, minuman, dan hasil cinderamata khas
daerah Banjarmasin juga diperjual belikan di pasar yang mengapung di atas air
atau pasar Lok Baintan.
Dari kejauhan mulai terlihat jukung-jukung para pedagang memadati
disepanjang pesisir aliran Sungai Martapura. Meski berjejal tapi keakraban di
desa Sungai Pinang (Lok Baintan), kecamatan Sungai Tabuk, kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan ini sangat melekat.
Suara hingar bingar para pedagang terdengar sejak pukul 6
pagi. Di atas perahu kayuh, mereka menjual jualannya kepada masyarakat setempat
dan wisatawan yang datang ketempat tersebut. Pedagang dan pembelinya tidak berdiam
di suatu tempat, tapi terus bergerak dan mengayuh mengikuti arus sungai Martapura.
Puluhan perahu berada di Sungai Martapura. Di sepanjang pesisir pasar, lazimnya pedagang di Lok
Baintan adalah wanita. Pakaian mereka terlihat tidak serupa, mengenakan tutup
kepala atau dalam Bahasa banjar adalah tanggui. Beberapa wanita ada yang
terlihat memakai bedak atau pupur yang terbuat dari beras yang dihaluskan di
wajahnya. Dipercaya bedak yang dipakai di wajah mereka akan terasa lebih
dingin.
Pedagang di pasar Lok Baintan umumnya adalah wanita. Bukan
tanpa alasan, menurut masyarakat setempat para pria sudah mempunyai tugasnya
untuk menyiapkan barang dagangan yang akan dibawa ke pasar. Dan tugas lainnya seperti
menanam dan memanen buah-buahan, supaya saling berbagi tugas.
Kebanyakan perahu para pedagang di pasar Lok Baintan bisa
dinaiki oleh para pengunjung ataupun wisatawan. Asalkan si penumpang senang mengikuti
para pedagang berkeliling menjual barang dagangannya. Uang tak selamanya
menjadi transaksi utama di pasar ini, mereka tetap memberlakukan tukar barang
antar pedagang seperti zaman dulu.
Hari mulai beranjak siang, hingar bingar teriakan penjual
yang menjual dagangannya samar-samar terdengar makin lama hilang. Menunjukkan jual
beli di pasar terapung segera berakhir. Kala matahari belum menampakkan sinar
panasnya sekitar jam 10 pagi, para pedagang mulai bergegas untuk pulang.
Waktu yang paling pas datang ke Lok Baintain saat Jum’at
subuh. Sebab, hari Jum’at merupakan hari pasaran tradisional ini, karenanya
pasar ini lebih ramai dibandingkan hari biasanya.
Para wisatawan yang mau berkunjung ke pasar terapung bisa
menyewa klotok atau perahu bermotor khas Kalimantan Selatan yang ada di siring
dermaga sungai Martapura. Cukup dengan menempuh waktu kurang lebih 45 menit dimulai
dari Siring Kota Banjarmasin ke Sungai Martapura dan menuju pasar.
Pasar Terapung Lok Baintain tempat yang sangat menarik untuk para pelancong untuk mengunjungi tempat ini, seolah menjawab kekayaan tradisional lewat pasar terapung ini. Para pedagang sangat menyambut ramah tiap-tiap pembeli dan wisatawan yang datang.
Pasar tradisonal lok baintan memang sudah sangat lama
dikenal dikalanganan wisatawan dalam dan luar negeri jadi tak heran eksistensinya
dicatat menjadi warisan budaya oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya
indonesia.
No comments:
Post a Comment